Kamis, 17 Agustus 2017

Laporan Biometrika Hutan - Pengukuran Luas Bidang Dasar









PENGUKURAN LUAS BIDANG DASAR
(Laporan Biometrika Hutan)


Oleh :
Kelompok 3


Ichvan Sofyan                         1114151033
Cindy Yoeland Violita              1114151012
Endang Setiyawati O               1114151027
Iga Yulia Mustika                     1114151034
Nugraha M Malau                   1114151047
Renny Yulian                           1114151051
Debri Rizky OBH                    0914081020




Hasil gambar untuk logo unila
             

       


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013




I.     PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Luas bidang dasar suatu pohon dapat diukur dengan cara mengukur mengukur diameter pohon tersebut. Diameter suatu pohon selalu diukur berdasarkan diameter pangkal. Pada pohon berdiri diameter yang diukur adalah diameter kulit terluar yang diukur secara tetap dari dasar atau alas pohon. Dalam praktek pengukuran dbh, ketinggian setinggi dada ternyata terdapat perbedaan diantara beberapa Negara :
1.      Negara dengan pengukuran sistem metrik, dbh = 1,30 m dat diatas permukaan tanah.
2.      USA dan Kanada, dbh =4 ft 6 in = 1,37 m dat.
3.      Japang, dbh = 4ft 1,2 in= 1,25 m dat
Diameter disimbolkan dengan d atau dbh yang digunakan pada setiap pengukuran (Verlag dkk, 1997).
Basal area (Bidang dasar) adalah penampang lintang dari suatu batang pohon, biasanya diukur setinggi dada. Luas bidang dasar berasal dari diameter pohon, diaman pengukurannya dapat menggunakan calipter, pita ukyr, dan alat ukur lainnya. Kedua alat tersebut dapat menghitung ukuran pohon dengan mengasumsikan bahwa bentuk dari penampang lintang batang adalah bulat.
Berikut beberapa hal yang terkait dengan luas bidang dasar :
·      Lazim ditentukan dari pengukuran diameter/keliling batang langsung dengan alat ukur LBD.
·      Ditentukan berdasarkan luas penampang lintang dengan ketinggian lbd 1,3m
·      Sebagai parameter untuk menghitung volume pohon
·      Dapat dipakai sebagai ukuran kerapatan pada pohon yaitu volume pohon berdiri
·      Dapat diukur sebagai ukuran dominasi jenis spesies pohon.
Jenis alat ukur LBD yaitu pita ukur, calipter, garpu pohon, Biltmore stick dan biterlich. Sedangkan untuk mengukur luas bidang dasar (LBD) dapat dirumuskan sebagai berikut LBD =1/4 π d², Dimana D= Keliling/π.


B.  Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.         Mahasiswa mampu menggunakan alat ukur LBD,
2.        Mahasiswa mengetahui diameter pohon yang diukur,
3.        Mahasiswa mengetahui LBD pohon yang diukur dengan alat yang digunakan.


II. TINJAUAN PUSTAKA


Dari luas bidang dasar pohon dapat ditaksir dua peubah pohon yang penting untuk inventore hutan, yaitu kepadatan bidang dasar dan volume pohon maupun tegakan. Bentuk penampakan lintang pohon yang tidak persis sama dengan lingkaran tidak dikoreksi disini, melainkan dikoreksi dalam penaksiran volume dengan memasukkan faktor bentuk (Departemen Kehutanan 1992).

Apabila digunakan diameter setinggi dada, maka yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang batang pada 1,3 meter dari permukaan tanah. Karena umumnya bentuk pohon tidak persis bulat seperti lingkaran, maka biasanya pengukuran diameter dilakukan dua kali dengan arah pengukuran yang bersudut 90o. Dari dua kali pengukuran tersebut kemudian dihitung harga rata-rata untuk memperoleh ukuran diameter yang diinginkan (Departemen Kehutanan 1992).

Luas bidang dasar tegakan juga mempunyai arti penting dalam inventore tegakan yang menggunakan sampling titik. Tetapi luas bidang dasar dalam cara sampling ini tidak dihitung seperti peada perhitungan KBD, melainkan ditaksir langsung dengan menggunakan tongkat Bitterlich atau alat-alat turunannya sepert prisma baji, reloskop dan sebagainya. Perangkat pendugaan volume pohon (berupa model atau rumus maupun tabel) adalah salah satu perangkat penting dalam perencanaan pengelolahan hutan. Salah satu jenis data yang diperlukan dalam perencanaan pengelolahan hutan ialah dengan potensi atau masa tegakan. Pengumpulan data masa tegakan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi yang selalu melibatkan pendugaan volume pohon per pohon. Oleh sebab itu, dalam setiap kegiatan pengelolahan hutan dituntut tersedianya perangkat pendugaan volume pohon (Simon, 2007).

Dalam pengukuran luas bidang dasar pohon, diameter setinggi dada pada pohon yaitu 1.3 meter atau dalam satuan internasional setinggi 4.3 kaki (feet) di atas pangkal batang, dimana untuk pohon yang berdiri pada lereng, titik pengukuran haris ditentukan pad bagian atas lereng. Dalam tiap titik sampling luas bidang dasar diukur dengan alat pengukur sederhana. Alat ini merupakan alat pengukur koreksi secara otomatis seperti alat tongkat bitmore dan relaskop (Avery dan Burkhart, 1983).

Dalam kegiatan pengukuran luas bidang dasar pohon dengan menggunakan alat Bitterlich, maka terlebih dahulu ditentukan arah pengukuran dengan menggunakan alat kompas yaitu alat arah dilakukannya penelitian pada titik-titik tertentu sepanjang garis tersebut, didaftar namanya dan kemudian diukur satu persatu secara berurutan. Akan tetapi pada pohon-pohon yang tampak memiliki diameter yang kecil tidak akan dilakukan pengukuran. Kemudian melalui hasil luas bidang dasar pohon tersebut dapat diukur/ditaksir dua parameter yang penting untuk inventarisasi hutan yaitu kepadatan bidang dasar tegakan, bentuk bidang dasar tegakan serta serta volume pohon maupun tegakan. Bentuk penampang lintang pohon yang tidak persis sama dengan lingkaran tidak dikoreksi di sini melainkan dikoreksi dengan penaksiran volume dengan memasukkan faktor bentuk yang akan diterangkan kemudian (Avery dan Burkhart, 1983).

Yang dimaksud dengan bidang dasar pohon adalah penampang melintang pada batang pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah. Luas bidang dasar tegakan juga mempunyai arti yang penting dalam suatu kegiatan penginventarisasian tegakan hutan yang menggunakan metode sampling titik (point sampling). Tetapi luas bidang dasar dalam cara sampling ini tidak sama seperti cara perhitungan lainnya melainkan ditaksir langsung dengan menggunakan tongkat Bitterlich atau alat-alat turunan seperti relaskop dan sebagainya (Husch, 1987).


III.             METODE PRAKTIKUM

A.  Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
·         Alat pengukur diameter pohon (Pita meter, Garpu pohon dan biterlich),
·         alat tulis,
·         tally sheet untuk pengukuran data di lapangan dan
·          kalkulator.
Sedangkan bahan dalam praktikum ini adalah tegakan pohon di depan Laboratorium Bahasa, Universitas Lampung.

B.  Langkah Kerja

Adapun langkah kerja yang dilakukan selama praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.    Menentukan lokasi pengambilan data pengukuran diameter pohon sebanyak 10 pohon yang berbeda jenis,
2.    Mengukur diameter pohon setinggi dada (dbh),
3.    Memasukan data dalam tally sheet dengan berbentuk diameter masing-masing pengukuran dengan menggunakan pita meter, garpu pohon dan bitterlich,
4.    Mengitung LBD dan kelilingnya,
5.    Membuat denah lokasi,
6.    Membuat laporan sementara dan laporan hasil pengamatan praktikum.


IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.  Tabel Pengamatan

Berikut ini adalah tabel pengamatan hasil pengukuran diameter dengan menggunakan pita meter di lapangan.

1.      Pengukuran dengan menggunakan Pita Meter

NO
Jenis Spesies Pohon

Keliling
(cm)

Diameter
(cm)

LBD
(m)
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Wereng
Gmelina arborea
154
49,04
1887,86
2
Jati
Tectona grandis
63
20,06
305,825
3
Sengon
Paraserianthes falcataria
128
40,76
1304,18
4
Mahoni
Swetenia mahagoni
74
23,57
436,1
5
Bayur
Pterospermum javanicum
72
22,93
412,74
6
Biola cantik
Ficus pandurata
91
28,98
659,27
7
Kupu-kupu
Bauhinia purpurea
77
24,52
471,96
8
Cempaka
Michelia champaca
81
25,80
522,53
9
Kerai payung
Filicium decipiens
69
21,97
378,90
10
Mangga
Mangifera indica
88
28,02
616,32


2.    Pengukuran dengan menggunakan Garpu pohon

NO
Jenis Spesies Pohon

Keliling
(cm)

Diameter
(cm)

LBD
(m)
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Wereng
Gmelina arborea
106,76
34
1194,590
2
Jati
Tectona grandis
99,66
19
254,469
3
Sengon
Paraserianthes falcataria
109,90
35
1320,254
4
Mahoni
Swetenia mahagoni
65,94
21
314,159
5
Bayur
Pterospermum javanicum
69,08
22
330,132
6
Biola cantik
Ficus pandurata
62,80
20
452,389
7
Kupu-kupu
Bauhinia purpurea
72,22
23
415,475
8
Cempaka
Michelia champaca
53,38
17
452,389
9
Kerai payung
Filicium decipiens
81,64
26
490,874
10
Mangga
Mangifera indica
78,50
25
452,389

3.    Pengukuran dengan menggunakan Bitterlich

NO
Jenis Spesies Pohon

Keliling
(cm)

Diameter
(cm)

LBD
(m)
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Wereng
Gmelina arborea
163,28
52
2122,6
2
Jati
Tectona grandis
84,78
27
572,3
3
Sengon
Paraserianthes falcataria
182,12
58
2640,7
4
Mahoni
Swetenia mahagoni
81,64
26
530,7
5
Bayur
Pterospermum javanicum
72,22
23
415,3
6
Biola cantik
Ficus pandurata
87,92
28
615,4
7
Kupu-kupu
Bauhinia purpurea
81,64
26
530,7
8
Cempaka
Michelia champaca
94,2
30
706,5
9
Kerai payung
Filicium decipiens
87,92
28
615,4
10
Mangga
Mangifera indica
87,92
28
615,4


B.  Denah Lokasi Pengamatan
Pengamatan dilakukan di Depan Laboratorium Bahasa, Universitas Lampung. Berikut ini adalah denah pengamatan yang tealah dilakukan, sebagai berikut :


V.  KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.      Untuk mendapatkan LBD suatu pohon, maka hal yang pertama dilakukan adalah mencari keliling pohon dan kemudian dikonversikan menjadi diameter pohon. Alat yang digunakan untuk mencari keliling/diameter pohon adalah pita meter, garpu pohon, bitterlich. Penggunaan pita meter yaitu dengan cara melilitkan secara melingkar kebatang pohon  dengan posisi horizontal (tegak lurus dengan sumbu batang) dan tanpa terpelintir. Penggunaan garpu pohon yaitu dengan cara meletakan setiap unjung-ujung tongkat ke kiri dan kanan pada ujung pohon yang diamati kemudian pada cabang garpu sebaelah kanan berisi nilai LBD, sedangkan cabang garpu sebelah kiri berisi nilai diameter. Sedangkan penggunaan alat ukur bitterlich yaitu dengan cara pengukuran dilakukan 10 langkah dari pohon, kemudian tembak titik pohon pada titik diamana titik tersebut ketinggiannya setinggi dada atau 1,3 m, lalu bidik dan membaca LBD dan diamternya.
2.      Diameter yang diukur adalah hasil dari konversi nilai keliling yang didapat dibagikan dengan phi (22/7 atau 3,14) sehingga di rumuskan K/3,14.
4.      Dalam menghitung luas bidang dasar pada pohon, memiliki ketingggian  yang berbeda-beda disesuaikan dengan ketentuan di setiap negara, misalkan negara dengan pengukuran sistem metrik, dbh = 1,30 m dat diatas permukaan tanah, USA dan Kanada, dbh =4 ft 6 in = 1,37 m dat, dan Japang, dbh = 4ft 1,2 in= 1,25 m dat. Untuk di Indonesia sendiri menggunakan pengukuran sistem metric dbh = 1,30 m.


DAFTAR PUSTAKA

Avery and Burkhart. 1983. Forest Measurement. Mebrow hill. London

Dephutbun. 1998. Panduan Kehutanan Indonesia. Balai Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta

Husch,B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta

Simon,H. 2007. Pengenalan dan Pengukuran Karateritik Pohon. UGM Press. Yogyakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Faktor-faktor Penyebab Illegal Logging di Indonesia

A. Latar Belakang  Illegal Logging Illegal logging atau pembalakan liar yang dilakukan di dalam maupun di luar kawasan hutan sepertinya ...