KEBIJAKAN
DAN PERATURAN DALAM PENGELOLAAN DAS TERPADU DI INDONESIA
(Tugas Makalah Mata Kuliah Daerah Aliran Sungai)
Oleh :
Cindy
Yoeland Violita
1114151012
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan
kemajuan dalam kehidupan telah memberikan perubahan besar, tidak saja pada
kehidupan social ekonomi masyarakat akan tetapi juga pada pola penggunaan
lahan. Perubahan pola penggunakaan lahan ini telah memberikan dalmpak sangat
nyata terhadap fungsi-fungsi daerah aliran sungai (DAS) dan hidrologi DAS.
Sejumlah kasus perubahan penggunaan lahan dibeberapa DAS di Indonesia disajikan
pada hubungan sebab bakibat melalui aspek hidrologi DAS, khususnya menyangkut
daya dukung DAS dan frekuensi banjir. Karekteristik hidrologi dan aliran
permukaan sejumlah sungai utama di Indonesia disajikan dengan menunjukan
tingkat perkembangan penggunaan lahannya.
Kemudian jika dilihat dari perkembangan dewasa ini yang menunjukkan
adanya pergeseran paradigma di bidang sumber daya air , yang antara lain berupa
perubahan cara pandang terhadap pungsi air dari yang semula benda sosial
menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial, peran pemerintah dari provider
menjadi enabler, tata pemerintahan dari sentralistis menjadi
desentralistis, sistem pembangunan dan pengelolaan dari government centris menjadi public-private-community
participation, pelayanan dari birokratis- normatif menjadi profesional-responsif
dan fleksibel-netral, penentuan
kebijakan dari top-down menjadi bottom-up.
Akibat dari
perubahan penggunaan lahan, maka telah terjadi dalam skala luas, khususnya di
pulau Jawa, dan telah memberikan dampak nyata terhadap hasil air DAS dengan
semakin meningkatnya frekuesi kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan.
Menurut Pawitan (2004), menyatakan bahwa dalam kurun waktu setengah abad
terakhir tealah terjadi penurunan jumlah curan hujan secara luas di Jawa dan
dibeberapa wilayah lain di Indonesia dibandingkan dengan penurunan luas hutan.
Salah satu DAS yang telah mengalami degradasi akibat perubahan penggunaan lahan
adalah DAS Ciliwung dan termaksud salah satu dari 3 DAS dalam kondisi sangat
kritis. Perubahan penggunaan DAS ini dapat diindentifikasikan sebagai sinyal
adanya perubahan perilaku. Fanomena banjir dan kekeringan serta sedimentasi di
sepanjang baadan sungai merupakan permasalahan utama pada pengelolaan
sumberdaya air di hampir semua wilayah sungai. Upaya konservasi sumberdaya air
belum secara optimal melibatkan masyarakat, dan selama ini diketahui bahwa
aktifitas manusia lebih dominan sebagai penyebab timbulnya permasalahan
tersebut.
Aspek
desentralisasi dituangkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom yang menetapkan Daerah mempunyai kewenangan
otonomi yang luas dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
antara lain mencakup kewenangan pengelolaan sumber daya nasional di daerah, baik
sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sumber daya manusia. Untuk sumber
daya alam yang bersifat strategis, Pemerintah menetapkan kebijakan
pendayagunaannya.. Menindaklanjuti PP 25 Tahun 2000 pasal 2 ayat 3 angka 4
huruf e bidang kehutanan dan perkebunan, maka dirasakan perlunya sebuah pedoman
yang dapat menjadi acuan bagi pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS, baik
dinas, instansi, swasta, lembaga masyarakat, maupun stakeholders
lainnya.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan arahan umum atau acuan
dalam menyelenggarakan pengelolaan DAS yang disesuaikan dengan perkembangan dan
pergeseran paradagima dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.
2. Membentuk persamaan persepsi dan
langkah dalam penyelenggaran pengelolaan DAS sesuai dengan karateristik
ekosistemnya, sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat berlangsung secara
optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan.
II. ISI
Menurut
Sinukaban (2007), wilayah DAS adalah satu kesatuan bio-region yang harus
dipahami secara holistik dan komprehensif oleh penyelenggara pembangunan. Daerah
Aliran Sungai (DAS) juga dapat diartikansebagai suatu daerah tertentu yang
bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya
untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan
kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Satu
DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah dan
topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan. Dari definisi diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa DAS
merupakan ekosistem, dimana terdapat unsure organism dan lingkungan biofisik
serta unsure kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat
keseimbangan inflow dan outflow dari material energo. Selain itu
pengelolaan DAS dapat disenutkan merupakan bentuk pengembangan wilayah yang
menempatkan DAS sebagai unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara
umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang
optimum dan berkelanjutan dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar
distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang
tahun. Dalam pengelolaan DAS secara terpadu, terlebih dahulu kita harus
mengetahui beberapa hal sebagai berikut :
I.
Fungsi DAS
Berdasarkan
fungsinya, DAS memiliki 3 fungsi utama yaitu :
o
DAS
pada bagian hulu yaitu berfungsi sebagai konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain
diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi, kualitas air, kemampuan
penyimpanan dan curah air. Bentuk konservasi yang dapat kita lakukan untuk
melindungi DAS pada bagian hulu yaitu dengan cara peneneman pohon disepanjang
kiri-kanan aliran DAS, kegiatan ini secara tidak langsung memberikan dampak
yang besar terhapat keberlangsungan den keletarian pada bagian hulu DAS.
o
DAS
pada bagian tengah berdasarkan fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara
lain dapat diindikasikan dari kualitas air, kuantitas air, kemampuan menyalurkan
air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasaran pengairan
seperti pengelolaan sungai, waduk dan danau.
o
DAS
pada bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ocial dan ekonomi, yang antara
lain dapat diindikasikan dari kualitas air, kuantitas air, kemampuan
menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait dengan kebutuhan
pertanian, air bersih serta pengelolaan air limbah.
Permasalahan pengelolaan DAS saat
ini adalah letaj hulu sungai yang biasanya berada pada suatau kabupaten
tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta hilirnya berada dikabupaten
lainnya. Oleh karena itu, daerah-daerah yang dilalui harus memandang DAS
sebagai suatu system terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama.
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir suatu DAS,
perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatuan, yaitu sebagai berikut :
o
Kelembagaan
yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan
sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas
pengelolaan dibagaian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada
lingkungan biofisik dan/atau social ekonomi dibagian hilir dari DAS yang sama,
maka perlu adanya desentralisasi
pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan
perencanaan dan pengelolaan.
o
Eksternalities,
adalah dampak (negatif/positif) suatu aktifitas atau program dan atau kebijakan
yang dialami dan dirasakan diluar daerah dimana program dilaksanakan. Dampak
tersebut seringkali tidak terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat
dikemukaan bahawa negative externalities
dapat mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a)
masyarakat diluar wilayah kegiatan (spatial
externalities), (b) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu
setelah kegiatan berakhir (temporal
externalities), dan (c) kepentingan berbagai sector ekonomi yang berada
yang berada di luar lokasi kegiatan (sektoral
externalities).
Pada penanganan DAS bagian hulu
diarahnya pada kawasan budidaya (pertanian) karena secara potensial merupakan proses
degradasi lebih banyak terjadi pada kawasan tersebut. Untuk itu agar proses
terpeliharanya sumber daya tanah akan terjamin, maka pada setiap kawasan
pertanian atau budidaya tersedia kelas-kelas kemampuan dan atau kesesuaian
lahan. Dengan ketersedianya kelas kemampuan dan kelas kesesuaian ini, pemanfaatan
yang melebihi kemampuannya dan tidak sesuaian jenis penggunaannya dapat
dihindari. Pada salah satu bentuk model pengelolaan DAS, pengelolaan DAS
hulu-hilir yang dikaitkan dengan masalah ekonomi-sosial-budidaya, pengembangan
wilayah dalam bentuk ekologis maupun administrative, yang menuju pada
optimalisasi penggunaan lahan dan mengefisienkan pemanfaatan sumber daya air
melalui perbaikan, teknologi, serta penyediaan pendanaan, yang dapat dijelaakan
pada gambar berikut.
Hidrologi perencanaan DAS secara terpadu kurang
memperhatikan aspek-aspek yang mengintegrasikan berbagai kepentingan kegiatan
pembangunan, misalnya anatara kepentingan pengembangan pertanian, kepentingan
industry, kepentingan daya dukung lingkungan. Perkembangunan pembangunan, dan
eksploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologi suatu DAS yang
menyababkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai penyimpanan air pada musim
hujan dan kemudian dipergunakan melepas air pada musim kemarau. Ketika air
hujan seringkali meyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau aliran air
menjadi sangat kecil bahkan pada beberapa kasus sungai tidak terdapat aliran
air.
Menurut
Kartodiharjo dan Murtilaksono (2000), Pada prinsip kebijakan pengelolaan DAS
secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan
menghadapi permasalahan sumber daya air
bagi segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan
bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data
akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan
perkembangan ekonomi dan sosial sebagai suau keseluruhan dimana perkembangan
daerah. Dengan beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan
perkembangan ekonomi dan sosial sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan
suatu daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga
solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan untuk memastikan keputusan untuk memastikan bahwa
perlindungan dan penggunaan DAS secra berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian
kerangka kerja (framework).
II. Kerangka Pikir Pengelolaan DAS
Terpadu
Dalam
pengelolaan DAS harus jelas tujuan dan sasaran yang diinginkan. Sasaran
pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya berupa: Terciptanya kondisi
hidrologis yang optimal, meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang
tangguh dan muncul dari bawah (bottom-up) sesuai dengan sosial budaya
setempat dan terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan
dan berkeadilan.
Oleh
karena itu perumusan program dan kegiatan disamping harus berorientasi pada
pencapaian tujuan dan sasaran, juga harus disesuaikan dengan permasalahan yang
dihadapi dengan mempertimbangkan pergeseran paradigma, karateristik DAS,
peraturan/perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Menurut
Uraian secara sistematis dan rinci tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan
dalam kerangka pikir sebagaimana tertera pada gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pikir
III.
Kebijakan
Pengelolaan DAS Terpadu
Didalam pengelolaan terpadu bukan
saja mengkaji bagaimana kondisi dilapangan saja, melainkan untuk dapat
mengelola DAS agar dapat berkelanjutan, kita harus memiliki landasan hukum yang
menyangkut kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No.
52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS), terdapat kebijakan ynag mengatur pengelolaan DAS berdasarkan
Hierarki tersusun sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar
1. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945.
b. Ketetapan MPR
1. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998
tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar
Haluan Negara;
2. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang
Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
c. Undang-Undang
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-Undang No. 9 Tahun 1969
tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara;
3. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974
tentang Pengairan;
4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
5. Undang-Undang No. 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman;
6. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang;
7. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
8. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah;
9. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah (Pusat) dan Daerah;
10. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
d. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun
1982 tentang Tata Pengaturan Air;
2. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
1982 tentang Irigasi;
3. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air;
4. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun
1991 tentang Sungai;
5. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
7. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun
1999 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah
Otonom.
e. Keputusan Presiden
1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
2. Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2000
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
3. Keputusan Presiden No. 165 Tahun
2000 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen;
4. Keputusan Presiden No. 234/M Tahun
2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode Tahun 1999-2004 jo. Keppres No. 289/M
Tahun 2000.
Dalam pengelolaan DAS terpadu adanya kebijakan ini dapat
menjadi acuan dalam pengelolaaanya dan dengan adanya kebijakan ini dapat memberikan
suatu arahan yang benar sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Kebijakan Dasar
dalam pengelolaan DAS dilakukan secara holistik, terencana dan berkelanjutan
guna memenuhi kebutuhan baik untuk kehidupan maupun penghidupan dan menjaga
kelestarian lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945
Pasal 33 ayat (3). Kemudian selain itu, kebijakan dasar pengelolaan DAS
meliputi sebagai berikut :
a. Pengelolaan DAS dilakukan secara
desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaaan.
b. Pengelolaan DAS dilaksanakan
berdasar prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat pada tiap tingkat untuk
mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak berkepentingan (stakeholders).
c. Pengelolaan DAS memerlukan kondisi
yang memungkinkan partisipasi masyarakat guna mengurangi secara bertahap beban
Pemerintah dalam pengelolaan DAS.
d. Masyarakat yang memperoleh manfaat
atas pengelolaan DAS secara bertahap (baik secara langsung maupun tak langsung)
wajib menanggung biaya pengelolaan berdasar prinsip kecukupan dana (cost recovery).
e. Sasaran wilayah Pengelolaan DAS
adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem. Penentuan
sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu
kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring
dan evaluasi DAS yang di tinjau dari aspek penggunaan lahan, tata air, dan sosial
ekonomi. Lingkup kegiatan pengelolaan
DAS dapat digolongkan menjadi empat sasaran, yaitu : (i) pengelolaan
sumber daya air permukaan dan air tanah; (ii) pengelolaan lahan/tanah; (iii)
pengelolaan vegetasi, hutan dan tanaman; dan (iv) pengelolaan aktifitas
manusia.
IV. Prinsip Dasar Pengelolaan DAS
Menurut
Sugiharto (2009), dalam pengelolaan DAS ada beberapa prinsip yang menjadi
pegangan dalam pengelolaan DAS Terpadu, yakni sebagai berikut.
a. Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan,
pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumber daya dalam
DAS.
b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada
asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan
usaha) serta akuntabilitas.
c. Pengelolaan DAS diselenggarakan
secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui
pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip satu sungai, satu
rencana, satu pengelolaan dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralistis
sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
e. Satu sungai (dalam arti DAS)
merupakan kesatuan wilayah hidrologi yang dapat mencakup beberapa wilayah
administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan yang
tidak dapat diipisah-pisahkan;
f. Dalam satu sungai hanya berlaku Satu
Rencana Kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
g. Dalam satu sungai diterapkan Satu
Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi
perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.
Keterpaduan tersebut diperlukan
karena :
1. Terdapat keterkaitan antara berbagai
kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumbar daya alam dan pembinaan
aktivitas manusia dalam penggunaannya;
2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu
yang mendasari (bersifat multi disiplin) dan mencakup berbagai kegiatan;
3. Meliputi daerah hulu sampai hilir.
Pengelolaan DAS terpadu mempunyai
ciri pokok sebagai berikut :
4. Sasaran yang jelas, yaitu suatu
pencapaian hasil yang telah direncanakan dan diharapkan akan terjadi pada masa
datang;
5. Strategi waktu, yaitu penjadwalan
untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan setiap kegiatan dalam mewujudkan
sasaran;
6. Melibatkan berbagai sektor dan
disiplin ilmu terkait, yaitu upaya melibatkan dan mengkoordinasikan peran serta
sektor dan disiplin ilmu menuju sasaran secara bersama;
7. Tumbuhnya motivasi setiap sektor,
dengan mengacu kepada keterlibatan berbagai sektor dalam proses penetapan
sasaran akan merangsang keinginan atau tekad untuk mencapai hasil.
V. Sistem Menejemen Pengelolaan DAS
Terpadu
Pengelolaan
DAS secara Terpadu tidak terlepas dari bagaimana cara memenejemen secara
keseluruhan dalam tubuh DAS. Fungsi menejemen pengelolaan DAS secara terpadu
adalah untuk mempermudah dan melancarkan terrealisasinya pengelolaan DAS secara
terpadu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam system mejemen
pengelolaan DAS, yaitu sebagai berikut.
A.
PERENCANAAN
Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah
bahwa perencanaan tidak selesai hanya dengan dihasilkannya dokumen rencana,
tetapi sebagai proses yang berulang dan mengait dengan aktivitas-aktivitas
pengelolaan DAS. Dalam pembuatan rencana pengelolaan DAS diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut:
o
Identifikasi
karateristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang antara lain mencakup batas dan
luas, topografi, geografi, tanah, iklim, kondisi hidrologi, penggunaan lahan,
kerapatan drainase, sosial & ekonomi;
o
Identifikasi
permasalahan yang meliputi aspek penggunaan lahan, tingkat kekritisan lahan,
aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaan
o
Perumusan
tujuan dan sasaran
o
Identifikasi
dan evaluasi alternatif kegiatan
o
Peyusunan
rencana indikatif dan kegiatan
o
Legitimasi
dan sosialisasi rencana.
Setelah rencana dilaksanakan maka perlu monitoring terhadap
tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga memungkinkan adanya umpan balik
dan revisi terhadap rencana yang telah disusun (Gambar 3).
Menurut Pasaribu
(1999), Rencana Kegiatan disusun untuk memberi gambaran yang jelas tentang :
(1) tujuan kegiatan, (2) fungsi dan kedudukannya dalam pengelolaan DAS, (3)
manfaat, (4) kurun waktu, (5) sifat, (6) cakupan wilayah, (7) pelaksana
kegiatan, (8) pembiayaan, sarana dan prasarana yang diperlukan, (9)
ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme
pelaksanaan, dan (10) institusi dan kelembagaan yang dibutuhkan.
Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program
dengan skala prioritas yang jelas, yaitu kegiatan untuk pengelolaan DAS (watershed
management), kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumber daya air (water
resources management),dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat (empowering and public participation).
Kegiatan yang diprioritaskan dapat dipilih sesuai dengan
aspek yang terkait dengan pengeloaan DAS, dan permasalahan yang menonjol pada
DAS yang bersangkutan, misalnya:
a. Pengeloaan DAS dan pengembangan
sumber daya air
Kegiatan pengelolaan DAS misalnya
kegiatan RLKT yang perlu dilaksanakan di daerah hulu harus diintegrasikan
dengan upaya pengembangan sumber daya air yang lebih banyak dilakukan di bagian
tengah dan hilir.
b. Pengelolaan DAS dan pengembangan
wilayah
Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, maka pengelolaan DAS sangat erat
kaitannya dengan penataan ruang dan penatagunaan tanah, seperti penetapan
kawasan lindung, budidaya dan kawasan tertentu. Penetapan fungsi kawasan ini
berdasarkan pada hasil evaluasi kemampuan lahan agar produktif dan
berkelanjutan. Oleh karena itu rencana pengelolaan DAS harus diintegrasikan
kedalam Rencana Umum Tata Ruang Daerah.
c. Penanggung biaya bersama (cost
sharing)
Seperti telah dituangkan dimuka bahwa batas ekosistem DAS tidak berimpitan
dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat
terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya. Apabila hal ini terjadi,
diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak
termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu Dengan adanya keterkaitan
hulu dan hilir perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori
dan bentuk aktifitas stakeholders dalam DAS.
d. Selanjutnya dirumuskan kebijakan
pengelolaan DAS yang dipertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan
kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif
terhadap stakeholders sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam
perspektip prinsip pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan
demikian pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di bagian hulu DAS dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya dari stakeholders
yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut.
Agar rencana yang dibuat dapat mengikat semua stakeholders
untuk mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua stakeholders
(partisipasi) dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum. Misalnya
rencana dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah. Tahap selanjutnya adalah
distribusi dan sosialisasi rencana kepada semua stakeholders agar dapat
diketahui, dipahami dan diimplementasikan sesuai dengan tujuan yag diinginkan.
B. PENGORGANISASIAN
Selama ini sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dalam
pengelolaan DAS telah dilaksanakan oleh instansi-instansi yang mengurus
Pemukiman Sarana Prasarana Wilayah (Pekerjaan Umum), Kehutanan, Perkebunan,
Pertanian, Dalam Negeri, Badan Pertahanan Nasional, Transmigrasi dan Pemukiman
Perambah Hutan, Pertambangan dan Energi dan pihak-pihak lainnya. Masing-masing
instansi mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan pengelolaan DAS baik
dalam unit perencanaan maupun implementasinya sehinnga dapat dikatakan bahwa
pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya
pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan
kondisi demikian, maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan
percepatan dalam pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman selama ini menujukkan bahwa dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, masing-masing lembaga tersebut cenderung bersifat
sektoral, dan oleh karenanya, seringkali terdapat tabrakan kepentingan (conflict
of interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Untuk
menghindari terjadinya tabrakan kepentingan, diperlukan klarifikasi dan
identifikasi secara jelas tentang tugas dan wewenang masing-masing lembaga
dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah tabrakan kepentingan, masalah lain
yang umum terjadi dalam pengelolaan sumber daya yang melibatkan banyak lembaga
adalah masalah kerjasama dan koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu,
pengaturan kelembagaan dan regulasi yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga
tersebut harus disiapkan dengan matang sehingga dapat menghasilkan pola
kerjasama dan koordinasi yang optimal.
Menyadari adanya keterbatasan dalam hal kapasitas
kelembagaan dan besarnya tingkat kesulitan dalam melaksanakan pengaturan
kelembagaan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam sistem pengelolaan yang
mengandalkan pada pola kerjasama dan koordinasi antar lembaga, maka hal pertama
yang perlu dilakukan adalah:
a. melakukan identifikasi dan membuat
daftar seluruh lembaga dan pihak yang terkait (stakeholders) dengan
pelaksanaan pengelolaan DAS termasuk masyarakat yang diprakirakan akan terkena
dampak atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS;
b. melakukan identifikasi tugas dan
wewenang masing-masing lembaga dan pihak yang terlibat (stakeholders);
c. merumuskan bentuk lembaga atau badan
pengelola DAS yang sesuai dengan kondisi dan letak geografis DAS.
Bentuk lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas
operasional dapat dipilih dari tiga bentuk lembaga sebagai berikut:
a. Badan Koordinasi sebagai koordinator
adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan
DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi
fungsional terkait.
b. Badan Otorita, Badan ini dibentuk
oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan mengusahakan
pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan
oleh Forum Air (Komite DAS).
c. Badan Usaha, Badan Usaha (dalam
bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang
ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Forum
Air (Komite DAS).
Kebijakan pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning-programming-controling-budgeting
dilaksanakan oleh tim yang berbentuk Dewan atau Forum DAS.
a. Tingkatan Dewan DAS, Dewan DAS
dibentuk dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:
1. Lingkup Nasional (Dewan DAS
Nasional), Berfungsi menetapkan kebijakan, strategi dan program pengelolaan DAS
pada tingkat nasional.
2. Lingkup Regional (Forum DAS
Propinsi), Berfungsi menetapkan kebijakan, strategi dan program pengelolaan DAS
pada tingkat regional.
3. Lingkup Lokal (Forum DAS Daerah), Berfungsi
menetapkan kebijakan, strategi, program, pelaksanaan dan pembiayaan pengelolaan
DAS pada tingkat DAS atau Kabupaten/Kota
4. Tingkatan Dewan dan Forum DAS,
Keanggotaan Dewan DAS tersebut terdiri atas wakil seluruh stakeholders,
yaitu :
· Dewan DAS Nasional : Wakil
Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil
pemanfaat untuk tingkat nasional.
· Forum DAS Regional : Gubernur atau
pejabat yang ditunjuk (sebagai ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang
pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi
yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan anggota :
Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka
masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya
Masyarakat yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.
· Forum DAS Lokal : Bupati/Walikota
atau pejabat yang ditunjuk (sebagai ketua), instansi yang mengurusi
bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak
lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah
Kabupaten/Kota (sebagai Sekretaris), dengan anggota : wakil pemanfaat (sesuai
sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan
Tinngi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS.
Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya merupakan pengelolaan
partisipasi berbagai sektor/sub sektor yang berkepentingan dalam pemanfaatan
sumber daya alam pada suatu DAS, sehinnga diantara mereka saling mempercayai,
ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling mempunyai
ketergantungan (interdependency). Demekian pula dengan biaya kegiatan
pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah
tapi harus ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang
berkepentingan dengan kelestariannya.
Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan
pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip-prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem
Hidrologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah hujan sedang komponen
keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan
bahan pencemar didalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi,
tanah, topografi, air/sungai, dan manusia.
D.
PENGAWASAN
Pengawasan
dilakukan oleh smua pihak yang terlibat langsung dalam pengelolaan DAS, yakni
pemerintah/pengambil kebijakana, akademisi, pengelolaa, masyarakat sekitar DAS,
LSM (Lembaga Swada Masyarakat) yang berkaitan dan lain sebagainya. Maksud
dengan adanya pengawasan ini adalah agar pengelolaan DAS berjalan dengan baik
dan terkontrol.
III. PENUTUP
Adapun
yang dapat kita simpulkan dari hasil makalah mengenai Kebijakan dan Peraturan
Dalam Pengelolaan DAS Terpadu, adalah sebagai berikut.
1. Menyelenggarakan pengelolaan DAS
yang disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradagima dalam
melaksanakan pembangunan yang berkelanjuta dengan perumusan program dan
kegiatan disamping harus berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran, juga
harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan
pergeseran paradigma, karateristik DAS, peraturan/perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian secara sistematis dan rinci
tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan dalam kerangka piker
2. Persamaan persepsi dan langkah dalam
penyelenggaran pengelolaan DAS sesuai dengan karateristik ekosistemnya,
sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat berlangsung secara optimal, berkeadilan,
dan berkelanjutandirealisasikan dengan adanya pengelolaan DAS berlandasan
dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku serta pengelolaan DAS dengan
menggunakan sistem menejemen sehingga dalam pelaksanaannya sesuai dengan tata
aturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Acuan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Acuan
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Nomor : P.39/Menhut-II/2009
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
Asdak, C. 1999. “DAS
sebagai Monitoring dan Evaluasi Lingkungan: Air srbagai Indikator Sentral”,
Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan
Sumber Daya Air, 21 Desember 1999. Jakarta.
Kartodihardjo, H., dan Murtilaksono, H.S.
2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Bogor. K3SB.
Pasaraibu,H.S. 1999. “DAS sebagai Satuan Perencanaan
Terpadu dalam Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah dan Pengembangan Sektoral
Konservasi Tanah dan Air”, Seminar Sehari PERSAKI DAS sebagai Satuan
Perencanaan Terpadu dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, 21 Desember 1999.
Jakarta.
Sarjadi, Soegeng. 2001. Metologi perencanaan
DAS dalam Otonomi Potensi Masa Depan Republik Indonesia.
Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sinukaban.
2007. Pembangunan Daerah Berbasis Strategi Pengelolaan DAS. Makalah pada
Semiloka Pengelolaan DAS “Pembangunan Daerah Berbasis Daerah Sungai”, Lampung
13 Desember.
Sugiharto.
2009. “Prinsip Pengelolaan DAS Terpadu”. Cet. Kel-II. USU Press, Medan. hlm 53.